Oleh Mahmud Ibrahim
Aman Dimot lahir di Tenamak Kecamatan Linge Isaq tahun 1900.
Beliau menyelesaikan pendidikan membaca Al Qur’an di Desa kelahirannya.
Pendidikan, pengalaman dan lingkungannya telah membina Aman Dimot hidup
sederhana, beriman teguh, jujur dan memiliki prinsip yang kokoh. Perjuangan
merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sangat berkesan dan tidak dapat di lupakan.
Ketika berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai di
Takengon awal September 1945, Aman Dimot menggabungkan diri ke dalam Lasykar
barisan berani mati, kemudian kedalam Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh Tgk.
Ilyas Lebe dan Tgk. M. Saleh Adry. Pada tanggal 25 Mei sampai dengan 10 Juli
1945, Aman Dimot mengikuti latihan kemeliteran yang diselenggarakan oleh Dewan
perjuangan Rakyat (DPR) di Takengon dipimpin oleh Moede Sedang, dilatih oleh
Nataroeddin, Komandan Kompi 16 Tentara Republik Indonesia. 2)
Ketika terjadi agresi meliter Belanda kedua 19 Dessember 1948,
Belanda bergerak memperluas serangan dari Medan ke Langkat dan Tanah Karo
menuju Aceh. Proses sejarah perjuangan merintis, merebut dan mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia membuktikan bahwa Aceh Tengah berani mengirim pasukan dan
bahan pangan ke medan pertempuran di luar Daerah. Tidak kurang dari lima gelombang
pejuang dari Aceh Tengah, dengan gigih merebut dan mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia dimedan pertempuran Aceh Timur, Langkat, Medan, Tapanuli dan Karo,
bahkan sampai ke Bonjol Sumatra Barat.
————————–
——————–
1) Panglima atau Pang di Gayo adalah gelar yang diberikan masyarakat pada
seseorang yang memiliki keberanian luar biasa melawan musuh. Nama asli Aman
Dimot adalah Abu Bakar bin Utih.
2) Surat tamat latihan Kemeliteran, 10 Juni 1946.
Pada bulan April 1949, Lasykar pejuang dari Aceh Tengah menuju perbatasan
Aceh-Langkat, dipimpin oleh Tgk. Ilyas Lebe, Tgk. Saleh Adry dan Abd. Karim
Atang Muguril untuk bersama pasukan lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan di
tanjung Pura. Sementara itu Belanda menyerang pasukan Indonesia di tanah karo.
Tgk. Ilyas Lebe kembali ke Takengon dan menyusul pasukan
“BAGURA” (Barisan Gurilya Rakyat) untuk ikut mematahkan serangan Belanda di
Tanah Karo. Bagura memiliki 300 personel, 200 orang dari Takengon dan 100 dari
Belang kejeren dan Kutacane, dikoordiner oleh Tgk. Ilyas Lebe. Personel yang
dapat dicatat antara lain : Abd. Rahman Ali gayo (Ajudan koordinator), Chairul
Bachari (Sekretaris), Hasiluddin (Kesehatan), Zulkifli (Angkutan), Saifuddin
Kadir (kuril), Ali Hasan, Agus Salim, Gundala Pati, M. Yasin Bale, Adam Isaq,
Aman Ridah, Z. Kejora, Aman Jauhari, Usman, muse, Adam, Ali dan beberapa orang
bergerak “panglima : Panglima Aman Dimot, panglima Ali, panglima Alim dari
Takengon, panglima Daling, panglima Kilet dan panglima Sekunce dari Blang
Kejeren. 3)
Mereka dibagi atas empat kelompok yaitu Barisan Berani Mati,
Barisan Jibaku, TRI dan Pasukan Berkuda, Masing-masing bertugas sebagai
penyerang pertama, penyerang kedua pengepung dan penembak serta pengangkut
perbakalan dan amnisme. Atas perintah Komandan Resimen Devisi Tgk. Tejik Di
tiro dan dengan persetujuan Gubernur meliter Aceh, Langkat dan Tanah karo,
Bagura bergerak menuju Font Tanah karo pada hari Rabu bulan Mei 1949 4) melalui
route Takengon-Blangkejeren dan Kutacane sejauh 265 km dengan berjalan kaki,
kecuali Takengon-Waq sejauh 60 km dengan menggunakan truck.
Ini merupakan gelombang kelima belas atau terakhir
pemberangkatan pejuang dari Aceh Tengah untuk mempertahankan Kemerdekaan RI di
luar daerah menjelang pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
———————————————-
3) Catatan dan wawancara H. Abd. Rahman Aly Gayo, 5 February 1981 di banda
Aceh.
4) Catatan Bagura, Juli 1949.
Bagura berangkat dari Takengon menuju Waq secara berangsur
selama dua hari, menggunakan truck milik seoarang warga negara Cina Bunchin, dikemudikan
oleh Ja’far. Mereka memakai pakaian seragam dan ikat kepala kain berwarna
merah. Sebagian tidak memiliki pakaian seragam, ada bersepatu dan ada yang
tidak, dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata api dan sebagian besar pedang.
5)
Menjelang keberangkatan Bagura ke Karo, Aman Dimot menyatakan
kepada isteri dan anak-anak belliau :
“Jaga anak kita baik-baik. Saya tidak akan kembali kesin lagi. Maafkan
kesalahan saya”.
Mereka saling bersalam. Anak-anak beliau memeluknya, seraya manangis melepas
suami dan ayah tercinta dengan do’a. syekh Ahmad-anak beliau-ingin melawan
Belanda bersama ayahnya, tetapi Aman Dimot tidak mengizinkannya. Syekh Ahmad
semakin bersedih ketika menatap ayahnya diatas truck, mengucapkan “BISMILLAH,
ALLAHU AKBAR”, penuh semangat.
Ketika pasukan Bagura hari hari pertama tiba di Waq, Aman Dimot
meminta kesediaan Tgk. M. Saleh Adry untuk membawa anaknya-Syekh Ahmad-ke
Reruang bersama anggota pasukan yang diberangkatkan ke Waq hari kedua. Aman
Dimot berburu rusa di Gelampang untuk perbekalan, sambil menuggu anaknya dan
pasukan Bagura hari kedua. Beliau bersama Tgk. Ilyas Lebe, Tgk. M. Saleh Adry,
dan Syekh Ahmad, bermalam dirumah Sumaraji di Reruang, ketika tengah malam,
Aman Dimot memandikan Syekh Ahmad disebuah anak sungai sambil berdo’a agar
anaknya dapat mengamalkan ilmu yang dimiliki ayahnya. Kemudian Aman Dimot
berkata : “Win-anakku-,ayah hendak pergi berperang. Sekirannya bertuah, ayah
akan kembali. Ayah ingin membela agama, bangsa, negara dan kakekmu yang dibunuh
Belanda dijembatan Bale Lanjutkan perjuangan bila ayah berpulang ke
Rahmatullah”. 6)
———————————————-
5) Surat lebaran “Perang dan Idul Fithri, Zuska, Analisa Minggu, 2 September
197.
6) Wawancara dengan Isteri dan anak Aman Dimot, Samidah dan Syekh Ahmad di
Remesen, 15 Juli 1974. “Win”(Bhs. Gayo) adalah panggilan kasih sayang kepada
seorang lelaki.
Pukul 08.00 hari Jum’at, M. Jamil membunyikan terompet, anggota
Bagura berkumpul di Waq dan menyusun barisan menurut kelompok yang sudah
ditetapkan. Syekh Ahmad menyusup dibarisan belakang pasukan berkuda, untuk
memenuhi keinginannya ikut bersama ayahnya melawan Belanda.
Dengan pekik “Allahu Akbar” dan “Merdeka”, Bagura bergerak
berjalan kaki menuju Tanah Karo, melalui route Lumut, Ise-Ise, Kenyeren,
Belangkejeren, Uten Pungke, jamur Duwe, Umah Bundar, gunung Setan (Louser),
Simpang Tiga Junger, Tanah Merah, Kutacane, Pemanting dan Sugihan. Di
tempat-tempat itu mereka istirahat dan bermalam. Di Lumut mereka dijamu oleh
Aman bedus, di belang kejeren selama dua hari dijamu oleh Muhammad Dhin. Di
Kutacane mereka melakukan konsulidasi, menerima dan mempelajari informasi serta
menyusun taktik dan strategi menghadapi tentara Belanda di front Tanah karo.
Setelah enam hari berada di Kutacane, Bagura menuju pusat
pejuang dibagian Barat Tanah Karo -Pemanting dan Sugihan-, dimana Bagura
bergabung dengan kesatuan pejuang lainnya berkekuatan 300 personel yang
dipimpin oleh Selamat Ginting. Atas usul Pang Jaring, maka pada tanggal 25 Juli
1949 dilakukan pengepungan asrama meliter Belanda di Mardinding. Sebelumnya
koordinator Bagura memerintahkan pang Kilet dan Pang Sekunce untuk mengintai
kekuatan dan keadaan tentara Belanda pukul 00.10. sekeliling asrama meliter
Belanda itu dipasang kabel beraliran listrik. Dengan cara-cara tertentu yang
dilakukan Pang Kilet dan Pang Sekunce, tentara Belanda yang bertugas jaga
terlena, sementara yang lainnya tidur pulas. Kedua Pang tersebut melapor kepada
koordinator Bagura yang berada 200 meter dari lokasi asrama tentara Belanda
bersama pasukannya. Penyerbuan dilakukan dini hari dengan cencangan pedang dan
tembakan senapang. Tentara lari ke kembangan.
Tanggal 26 Juli 1949, bagura menuju tiga binanga dan Kalibata.
Tanggal 30 Juli 1949 pukul 08.00 nampak iringan-iringan pasukan tentara Belanda
di Raja merahe, menggunakan 25 truck dan dua buah tank masing-masing didepan
dan dibelakang pasukan. Kekuatan personel tentara Belanda diperkirakan 600
orang dengan persenjataan lengkap.
Koordinator Bagura memerintahkan anggota pasukan siap siaga
dipematang dan relung-relung bukit bersemak lalang, menanti pasukan Belanda
ditekongan patah jalan kutacane-kabanjahe. Beliau berada dipematang bukit
bersemak, dari situ tampak jelas gerakan musuh. Aman Dimot, pang Alim Aman
Aminah, Pang Ali Ketol, Pang Kilet, Pang Sekunce, Adam dan Ali Rema serta empat
orang lainnya, siap siaga dilekuk bukit dengan tekongan jalan paling patah
dengan senapang dan pedang. Ketika tank belanda paling depan berada ditekongan
paling patah itu, koordinator Bagura memberi komando :“Serbu!” dengan teriakan
diiringi tembakan. Pang Aman Dimot, Pang Ali dan 8 pejuang lainnya dengan cepat
melompat menyerang dan naik keatas tank dan truck tentara Belanda, seraya
meneriakkan “Allahu Akbar” dan mencencang lima tentara Belanda. Sementara yang
lain menyerang dan membunuh tentara Belanda di truck-truck dibelakangnya dan
yang sedang melompat dan tiarap diparit jalan.
Waktu menunjukkan pukul 11.00, koordinator Bagura memberi
komando “Munduur!”, sebab anggota pasukan Bagura semakin lelah dan dari
kejauhan nampak pasukan bala bantuan tentara Belanda dengan cepat menuju lokasi
pertempuran. Pang Ali dan Pang Alim terjun kedalam jurang, anggota pasukan
lainnya mundur secara teratur. Adam dan beberapa anggota lainnya gugur.
Sementara Pang Aman Dimot sendiri terus melawan tentara Belanda, tidak
menghiraukan perintah mundur.Koordinator bagura berteriak memanggil Aman Dimot
dengan bahasa Gayo :” Abang aman Dimot, ulaaak !”. Aman Dimot menjawab : “Aku
gere ulak” 7).
Aman Dimot bertambah lelah dan lemah. Beliau dikepung dan
tangkap tentara Belanda, diseret dengan mobil Tank ke lapangan dan sebelumya
Aman dimot digiling dengan mobil Tank lalu dimasukkan kedalam parit jalan. dan
Tentara Belanda memasukkan dan meledakkan geranat dalam mulutnya.
Jasad Aman Dimot berserakan menaburi ibu Pertiwi tepat pukul
12.00.8) Perang berakhir dalam situasi penuh haru dan semangat mempertahankan
Bangsa dan Negara. Aman Dimot, Adam (Unig Isaq), Ali (Penam paan) dan Adam
(Rema) yang gugur ditengah-tengah gelimpangan mayat tentara Belanda,
disemayamkan oleh penduduk di Rajamerahe. Kemudian Haji Sulaiman-yang baru
menganut Islam-, memindahkan kerangka Syuhada’ itu ke Tiga binanga. Selanjutnya
pemerintah daerah Tingkat II Karo memindahkannya ketaman makam Pahlawan kaban
Jahe dalam kelompok Pahlawan tidak dikenal. 9)
20 hari kemudian, Kepala Staf Angkatan Perang Tentara Nasional
Indonesia Sektor III/ Sub teritorial VII-Ulung Setepu-, dalam surat pernyataan
turut berduka cita menyatakan, bahwa Aman Dimot telah bertempur dengan gagah
berani melawan musuh-musuh kita di Rajamerahe (Tanah Karo-Sumatra Timur) dan
telah gugur sebagi bunga melati dipangkuan Ibu Pertiwi Indonesia pada tanggal
30 bulan Juli 1949. 10)
Almarhum meniggalkan dua orang isteri : Semidah (Lahir 1910) dan
Jani serta 4 anak : Syekh Ahmad Aman (1921), Ali Ahmad Aman Safiah (1924),
Aisyah Inen Jura’(Lahir 1927) dan Muhammad Yunus Aman Ir (Lahir November 1948).
Untuk mengabadikan perjuangan pang Aman Dimot dan Pang Ali, Z.
Kejoro dan Agussalim bersama teman-teman seperjuangan di kandibata, mengubah
sebuah lagu “Pertempuran Sukaramai”, ketika dalam perjalanan kembali dari Front
Tanah Karo.
———————————————-
7) Ulak (Gayo) artinya pulang. Aku gere ulak = saya tidak pulang.
8) Catatan Bagura 1949 dan wawancara Tgk. Ilyas Lebe di Banda Aceh, 10 Juni
1966.
9) Wawancara dengan tgk. H. Abd. Rahman Aly Gayo di Takengon, 20 Januari 1995.
10) Surat pernyataan NO. Sektor III/2/49/752, 20 Agustus 1949.
Masyarakat berkumpul di bioskop Gentala dan dijalan Lebe Kader
dan Jalan Mahkamah Takengon, menanti dan menyambut kedatangan para pejuang dari
medan perang, dengan penuh semangat dan kasih sayang. Senin 10 Agustus 1949,
pukul 10.00, mereka tiba di Takengon dari Isaq. Masyarakat menyambut mereka
dengan pekik “ Allahu Akbar” dan “Merdeka”. Para pejuang dirangkul dan sebagian
digotong memasuki gedung Gentala.
Koordinator Bagura menyampaikan riwayat perjuangan di wilayah
Kandibata, setelah Bupati Abd. Wahab atas nama pemerintah dan masyarakat
menyambut mereka. Acara diakhiri dengan lagu bersama pasukan Bagura, diikuti
oleh hadirin dengan penuh semangat dan cucuran air mata, sebab Aman Dimot dan
beberapa pejuang lainnya telah tiada.
***
Siapapun tidak mampu menilai dan membalas keikhlasan perjuangan
Pahlawan Aman Dimot dalam mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia di Rajamerahe Kandibata, selain do’a semoga Allah memasukkan Almarhum
kedalam Sorga. 10 Januari 1952, Bupati Aceh Tengah pernah memberi bantuan
kepada keluarga Almarhum Aman Dimot : 1 helai kain sarung, 12 yard kain kemeja.
3 batang sabun cuci, 2 buah sabun mandi, dan Rp. 100,-uang tunai. 11)
Dalam rangkaian peringatan memperingati Hari Pahlawan 10
November, Pemerintah Daerah Tingkat II Aceh Tengah, memberi bingkisan kepada
keluarga Almarhum. Sejak 12 September 1978, telah diurus surat-surat untuk
memperoleh tunjangan veteran RI bagi kelurga Aman Dimot. Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Aceh Tengah- H. M. Beni Bantacut, BA -, pernah menyampaikan nota
kepada Kepala Kantor Veteran Aceh Tengah tahun 1980 dan memberi bantuan biaya
pengurusannya, bahkan beberapa pimpinan masyarakat pernah menyumbang untuk itu,
namun sampai sekarang surat pengakuan Veteran dimaksud belum ada!!
———————————————-
11) Surat Bupati Aceh Tengah, 10 Januari 1952.
Dalam temu ramah pimpinan Daerah Istimewa Aceh dengan para
pejuang dan keluarga Pahlawan November 1994 di Mount Mata Banda Aceh, H. Abd.
Rahman Aly Gayo memberi ceramah berjudul : “BAGURA DAN PANGLIMA AMAN DIMOT”.
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh – Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud -, sangat
tergugah terhadap perjuangan dan pengurbanan Aman Dimot. Beliau mengharap agar
H. Abd. Rahman Aly Gayo menjiarahi dan mempelajari kemungkinan pemugaran makam
pahlawan Aman Dimot.
Setelah berkonsultasi dengan Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Aceh Tengah – Drs. Buchari Isaq – 6 januari 1995 di Takengon, H. Abd. Rahman
aly Gayo bersama Ali Hasan dan Syekh Ahmad, menuju Kabanjahe . Mereka
berkonsultasi dengan Asisten II Sekretaris Wilayah Daerah Tingakt II Karo –
Drs. M. Nurdin Ginting -, sebelum menjiarahi makam Pahlawan Aman Dimot. 12)
Hasil konsultasi dan Ziarah itu, disampaikan kepada Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Aceh Tengah dan Beberapa pemimpin Masyarakat di
Takengon. Hasil konsultasi itu diteruskan kepada Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Aceh 26 januari 1995, terdiri dari :
1. Memugar makam Pahlawan Aman Dimot dan 6 Pahlawan lainnya yang berasal dari
Aceh Tengah di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe.
2. Membangun monumen Pahlawan tersebut di Takengon.
3. Menerbitkan buku sejarah perjuangan-perjuangan masyarakat Aceh Tengah
merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI.
4. Mengurus surat pengakuan dan bantuan Veteran bagi keluarga Pahlawan Aman
Dimot.13)
Sementara itu, pada November 1994, PPM ( Pemuda Pancasila Marga
) aceh Tengah melakukan napak tilas “Aman Dimot”, menempuh route perjalanan
Bagura menuju Tanoh Karo. Tujuannya agar generasi muda mampu menghayati dan
meneladani perjuangan Aman Dimot.
————————————————
12) Wawancara dengan H. Abd. Rahman Aly Gayo, 20 Januari 1995 di Takengon.
13) Surat H. Abd. Rahman aly Gayo, 31 Januari 1995.
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh berharap agar Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Aceh Tengah, dapat merumuskan bersama instansi terkait dan
pemimpin masyarakat untuk memugar makam para Pahlawan Aman Dimot. 14)
Dalam rapat ke- II panitia hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-50
di Aceh Tengah, Senin 18 Mei 1995, dibicarakan pemugaran makam pahlawan Aman
Dimot dan penulisan sejarah perjuangan masyarakat aceh Tengah dalam merebut dan
mempertahankan Kemerdekaan RI, sebagai salah satu program memperingati
Kemerdekaan RI di Aceh Tengah.
Serangkaian dengan itu, Bupati Kepala daerah Tingkat II Aceh
Tengah mengundang Ketua Legiun Veteran RI Cabang Aceh Tengah, Pasi MIN DIM
0106, Sekretaris Legiun Veteran Ri Kabupaten Aceh Tengah, Ali Hasan, Drs.H,
Mahmud Ibrahim, Tgk. H. Mohd. Ali Djadun, Tgk. H. M. Ali Salwany dan M. Y.
Sidang Temas pada hari Selas 23 Mei 1995 mulai pukul 09.00 WIB, untuk
membicarakan pemugaran makam Panglima Aman Dimot diruang kerja Sekretaris
Wilayah Daerah Tingkat II Aceh Tengah. 15)
Pertemuan tersebut tidak jadi dilaksanakan, karena Bupati Kepala Daerah, Drs.
H. Mahmud Ibrahim dan tgk. H. M. Ali Salwany menghadiri temu ramah dengan
Pangdam – I bukit Barisan di Lhokseumawe.
****
Bangsa yang besar dan terhormat adalah bangsa yang menghargai
jasa dan menghayati perjuangan para Pahlawannya. Untuk itu perlu dikaji dan
ditulis sejarah perjuangan masyarakat Aceh Tengah dalam merebut dan
mempertahankan Kemerdekaan RI. Membangun monumen sejarah, mengabadikan
nama-nama Pahlawan sebagi nama bangunan dan nama jalan yang vital dan
mengusahakan kesejahteraan keluarga para Pahlawan.
———————————————
14) Surat Gubernur No. 469/9954 tanggal 24 April 1995.
15) Surat undangan No. 005/1076 tanggal 18 Mei 1995.
Jalan raya semakin mulus. Cahaya bersinar dikota dan desa.
Kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Namun masih banyak orang melupakan
Tuhan dan Pahlawan. Peringatan 50 tahun Kemerdekaan republik Indonesia,
hendaknya lebih mampu menggugah manusia Indonesia untuk lebih bersyukur kepada
Allah dan lebih menghayati dan menghargai perjuangan dan jasa Pahlawan, guna
menigkatkan pembangunan.
Tulisan sederhana ini, diakui belum lengkap dan sempurna. Ada
diantara pelaku-pelaku sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan
Kemerdekaan Negara dan Bangsa Indonesia, yang diberi Allah Kesempatan hidup.
Tolong dicatat sejarah itu dan sempurnakan tulisan ini, agar kita tidak berdosa
apabila generasi penerus tidak mengetaui dan menghayatinnya, disebabkan kita
tidak mewariskannya berupa tulisan dan peringatan.
Terima kasih.
*********
Saat ini keluarga Pejuang Aman Dimot berharap kepada pemerintah Provinsi Aceh untuk kembali memperhatikan keluarga dari Aman Dimot yang di tinggalkan.
Saat ini keluarga Aman Dimot seluruhnya berada di Kabupaten Bener Meriah
Propinsi Aceh . Alamat keluarga Panglima Aman Dimot, Kampung Mutiara Kecamatan Bandar. Kabupaten Bener Meriah, Kontak
Dirilis oleh Cucu Aman Dimot (Siti Ramlah. AD )
Person. 085260661943/085207077526